PILPRES SUKSES
Presiden SBY langsung pertama sekali menelepon Jokowi memberikan ucapan selamat, kejadian tersebut tepat setelah KPU menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang pilpres pada Selasa, 22 Juli 2014. Di hari-hari berikutnya, bergantian para presiden maupun perdana menteri negara-negara sahabat turut memberikan ucapan yang sama. Pilpres ditengarai berjalan baik, bahkan Mendagri, Gamawan Fauzi puas, lantas menyatakan KPU telah menyelenggarakan hajatan demokrasi ini secara profesional. Dunia internasional pun turut mengapresiasi kematangan demokrasi Indonesia. Intinya, pilpres berjalan lancar dan tertib tanpa ada gejolak sosial.
ISU SEKSI KABINET
Tanpa melangkahi proses gugatan ke Mahkamah Konstitusi dari pihak yang kalah yakni pasangan Prabowo-Hatta, ada pentingnya membahas topik menteri kabinet. Apa sebab?. Isu ini sudah menggelinding sedemikian rupa di ranah publik lewat berbagai berita mainstream (koran, tv, radio) maupun media sosial. Bahkan terdapat inisiatif kelompok tertentu yang meminta maupun mengajukan nama serta ada pula yang sudah merekap sejumlah nama tokoh untuk di-polling-kan di internet.
Usulan nama sah-sah saja sepanjang tidak bersifat menekan atau memaksa untuk dikabulkan. Apalagi dengan “menjual” embel-embel kehendak “polling internet” publik. Manuver sedemikian tentunya tidak baik bagi pemantapan demokrasi. Sebagaimana bahwa rakyat dalam pilpres memilih karena percaya dan mempercayai Jokowi-JK. Tentulah presiden/wapres terpilih akan segera merealisasikan janji politik disaat kampanyenya. Yakni suatu implementasi Visi Misi dan Program Aksi yang merupakan satu kesatuan dan melekat untuk model pemerintahan Jokowi-JK dimasa 5 tahun mendatang.
KRITERIA & GAMBARAN MENTERI JOKOWI
Lantas kriteria Menteri yang tepat seperti apa?. Ada 2 sisi yang harus berjalan bersama, yakni kriteria objektif dan subjektif. Kilas balik kepada inisiatif kelompok penggagas polling, maka sisi objektif sudahkah terpenuhi atau hanya sekedar emosi serta normatif semata?. Sisi objektif ini tentu berporos kepada pengalaman serta kemampuan. Berjuta anak bangsa, baik yang menetap di dalam maupun luar negeri tentu banyak yang memenuhi kriteria objektif dimaksud.
Menjadi penyaring adalah sejauh mana sosok berkriteria objektif tersebut dipastikan senyawa (chemistry) dengan tipikal rasa-karsa (subjektifitas) sosok Jokowi maupun JK. Yakni senyawa secara personal, profesional maupun politis. Kriteria subyektif ini sangat menentukan. Karena bila hanya menghandalkan sisi objektif semata maka pilihan yang tepat adalah menjadi staff ahli saja.
Lewat pemberitaan tentu banyak nama kandidat menteri yang beredar (silahkan googling disini). Hanya saja, keputusan akhir tak akan jauh dari tipikal “rekruitmen pembantu” ala Jokowi dari kebiasaan yang diterapkan selama menjadi Waikota (Solo) maupun Gubernur (DKI).
Tentu akan ada dari sejumlah kandidat, apakah itu berasal dari yang telah atau tidak di-polling-kan, akan dipilih menjadi menteri. Bisa dari kalangan profesional (praktisi), akademisi maupun politisi. Tentu semua itu (calon kandidat menteri) harus melewati saringan ketat, agar sejalan dengan tagline-gagasan Jokowi yakni Revolusi Mental bagi bangsa dan negara. Akhirnya, selamat menantikan Kabinet Revolusi Mental Jokowi-JK.